Bengkulu - Inisiatif untuk membuat bursa tandingan muncul di tengah volatilitas pasar modal Indonesia belakangan ini. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, mengakui bahwa para investor saat ini mencari instrumen investasi yang paling menguntungkan di tengah ketidakpastian ekonomi. Namun, Jeffrey menegaskan bahwa pasar saham tetap menawarkan imbal hasil jangka panjang.
"Dalam kondisi ini, jika investor ingin memindahkan sebagian aset mereka ke obligasi karena kuponnya menarik, atau ke reksa dana, atau bahkan ke emas, kami persilakan," kata Jeffrey pada Minggu (7/7/2024).
Sebelumnya, pelaku pasar mengkritik penerapan full call auction (FCA) pada papan pemantauan khusus. Menanggapi kritik ini, BEI melakukan penyesuaian pada papan pemantauan khusus full call auction (PPK-FCA). Kondisi ini memicu inisiatif untuk membuat bursa tandingan.
"Jika ada pihak yang ingin mendirikan bursa efek baru, itu merupakan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sudah ada prosedur yang jelas untuk mendirikan bursa efek," jelas Jeffrey.
Pada Juni 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok. Sentimen negatif di dalam negeri, seperti penerapan FCA dan peralihan pemerintahan, serta sentimen global terkait kebijakan suku bunga The Fed, mempengaruhi pasar.
Namun, IHSG kembali menguat belakangan ini. Data Bursa menunjukkan bahwa IHSG naik sebesar 2,69% pekan ini, mencapai level 7.253,372 dari 7.063,577 pada penutupan pekan lalu.