,

Iklan

Petani Desa Srikuncoro Belum Bisa Bercocok Tanam Akibat Kekeringan

Redaksi
8 Sep 2024, 07:27 WIB Last Updated 2024-09-08T00:27:14Z


Bengkulu Tengah - Petani di Desa Srikuncoro, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah, hingga awal September 2024 masih belum bisa memulai musim tanam. Lebih dari seratus hektare sawah di desa ini mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang berkepanjangan serta kerusakan irigasi yang sudah berlangsung lama.


Sawah di Desa Srikuncoro berstatus sawah tadah hujan, yang sangat bergantung pada curah hujan untuk mendapatkan pasokan air. Namun, hingga September ini, hujan belum turun, menghambat petani untuk memulai proses penanaman padi.


Syarifah, salah satu petani di Desa Srikuncoro, mengungkapkan bahwa dirinya bersama petani lainnya belum bisa menanam padi karena lahan mereka masih kekurangan air. "Sawah kami bergantung pada hujan, jadi kami masih menunggu musim hujan datang. Biasanya, musim hujan dimulai September hingga Desember," ujar Syarifah, Sabtu (7/9).


Selain itu, Syarifah menambahkan bahwa selama masa jeda antara panen padi, petani biasanya menanam palawija. Namun, musim kemarau tahun ini membuat mereka bahkan tidak bisa menanam palawija karena lahan yang terlalu kering. "Biasanya sekarang kami menanam palawija, tetapi dengan lahan kering, sulit untuk menanam. Hanya lahan yang memiliki irigasi yang bisa menanam," tambahnya.


Sejak terbentuknya Kabupaten Bengkulu Tengah pada 2008, sawah di Desa Srikuncoro telah berubah status menjadi sawah tadah hujan. Dahulu, sawah-sawah ini mendapatkan pasokan air dari bendungan di Taman Hutan Raya (Tahura) Rajolelo melalui saluran irigasi, namun saluran tersebut telah lama mengalami kerusakan.


Kepala Desa Srikuncoro, Ramadhon, menjelaskan bahwa pihak desa telah beberapa kali mengajukan usulan perbaikan irigasi, namun belum ada tanggapan dari pihak terkait. "Kami sudah lama mengusulkan perbaikan irigasi, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. Sawah-sawah ini bergantung pada hujan, dan tanpa irigasi yang berfungsi, kami tidak bisa bercocok tanam," ujar Ramadhon.


Dengan kondisi ini, para petani hanya bisa memanen dua kali dalam setahun, yakni saat musim hujan di awal dan akhir tahun. Sementara pada periode April hingga September, petani enggan untuk menanam karena tidak ada pasokan air yang memadai. 

Iklan